jump to navigation

12 Kupas Kulit Asmaradana (Bagian 3) Januari 16, 2010

Posted by Mochammad Asrori in essay, indonesia, puisi.
Tags: , , ,
trackback

Mengapakah pengarang menganggap apa yang diungkapkannya merupakan kebenaran, sementara orang-orang lain tidak menyadarinya atau mengakuinya? Mengapakah masyarakat menganggap dirinya sehat sementara orang-orang dalam sastra penting? Orang sinting memang dianggap sinting oleh masyarakat sekitarnya. Sebaliknya orang sinting itu menganggap masyarakatnya aneh.

Kenyataannya adalah bahwa dalam menghadapi masalah-masalah di luar si sinting, keraplah kaca mata si sinting yang dipergunakan oleh pengarangnya, bukan kaca mata masyarakat terhadap si sinting.

7

Tengoklah sajak utuh dari Goenawan Mohamad ini:

Barangkali telah kuseka namamu
dengan sol sepatu
Seperti dalam perang yang lalu
kauseka namaku

Barangkali kau telah menyeka bukan namaku
Barangkali aku telah menyeka bukan namamu
Barangkali kita malah tak pernah di sini
Hanya hutan, jauh di selatan, hujan pagi
(Sajak Barangkali Telah Kuseka Namamu, Goenawan Mohamad)

Repetisi lirik yang selalu diulang menimbulkan makna penghayatan dan pemahaman saat dibaca. Inilah rekaman si sinting seorang penyair Goenawan Mohamad menyapa masyarakatnya.

Atau bisa dilihat dalam lirik ini //lagu pekerja malam/lagu padat ramai/lagu tak terucapkan/jika duka pun usai//. Bagaimana seorang Goenawan menafsirkan seorang pekerja malam mempunyai lagu kebangsaan, semacam mars perjuangan pahlawan.

Perhatikan pula lirik berikut pada sajak yang sama dari Lagu Pekerja Malam://Nada akan terulang-ulang/dan lampu putih pasi:/panjang, alangkah panjang/dini hari,o,dini hari//.

Belenggu seorang pekerja malam hanya menikmati kebebasan pada waktu pagi. Elegi pekerja malam adalah dimana saat semua orang tertidur nyenyak, seorang pekerja malam harus bersusah payah menjaga malam dengan tenang dan menggembala malam hingga pagi datang menjelang.

8

Dan Alexander Wat berkata, Jika Tuhan ada. Ia ada di sana, di jantung batu. Di tempat berdiamnya waktu. Sebagaimana Arahmaini ingin menjadi Nabi pada usia 14 tahun.

Maka di balik kesintingan, keromantisan dan keluguan bahasa anak, Goenawan Mohamad seakan menegaskan pula bahwasanya dirinya juga seorang yang sangat religius.

Meniti tasbih
malam pelan-pelan
Dan burung kedasih
menggaris gelap di kejauhan
kemudian adalah pesona:
wajah-Nya tersandar ke kaca jendela
memandang kita, memandang kita lama-lama.
Demikian sunyi telah diturunkan
dan demikianlah Nabi telah dititahkan
dan demikian pula manusia
dikirim ke bumi yang terbentang,
dari sorga
yang telah ditutupkan. Dan kini tinggallah cinta
memancar-mancar dari sunyi kaca jendela.
(Sajak Pertemuan, Goenawan Mohamad)

Jika Arahmaini ingin menjadi Nabi, maka di sini Goenawan melukiskan pertemuannya dengan Nabi. Bagaimana si Goenawan melukiskan Nabi, sosok yang selalu mengilhami dan selalu mengajar penuh cinta pada pengikut-pengikutnya yang setia. Bagaimana Nabi tersebut mengalami kesendirian, kesunyian, kesepian entah karena apa, tapi Nabi tersebut selalu memancar cinta dari wajahnya yang selalu bercahaya.

9

Hai langit, jangan kau tinggi hati!

Puisi adalah jembatan hati. Ia bisa menghubungkan hati dua manusia, dua bangsa, dua generasi, bahkan dua kebudayaan yang meliputi filsafat, kesenian, adat istiadat dan agama. Puisi sebagai cermin isi hati yang dapat diwariskan manusia dari zaman ke zaman, dari satu bangsa yang satu ke bangsa yang lain, punya misi untuk mengkoreksinya.

Dengan kata-kata, roh dan semangat yang dikandungnya, puisi dapat terus menerus menjaga dan menghidupkan kemanusiaan. Hidup dalam puisi, berarti ikut sejiwa dengan kata. Penyair tidak lagi dibatasi oleh kelamin, usia, apalagi ras dan keturunannya. Tidak penting lagi apakah penulisnya sudah mati atau masih hidup.

Demikian pula Goenawan menuliskan puisinya mengenai dua hati, dua bangsa, dua negeri sebagai berikut:

Coba tunjukkan
di mana negerimu
di peta lama
telapak tanganku.
………..

Lalu kita duduk di kafe itu
Lalu kutunjukkan negeriku

Di sini, kataku. Kuraba parasmu.
Dan kau menciumku: Seperti Kematian itu,katamu.
(Sajak Untuk Svetlana B, Goenawan Mohamad)

STIFORP Indonesia

Komentar»

1. SAUT BOANGMANALU - Januari 16, 2010

Terimakasih informasinya. Kunjungi juga semua tentang Pakpak di GETA_PAKPAK.COM http://boeangsaoet.wordpress.com

2. lelakirumput - Januari 23, 2010

salam..

wah keren nih blognya… salut. oh iya, saya penasaran sama sang pembuat blog, sapa ya, hehe maaf baru kali ini berkunjung, dan syok baca puisinya, Anak-Anak Kata yang Santun Pada Ihwal…

yang punya blog punya FB juga ta.. boleh tahu, atau email, boleh sharing2… my fb; lelaki rumput

salam.

3. Rori - Januari 30, 2010

Trim buat lelaki rumput. Sering merumput ya, hehe… Tapi merumput hijau puisi tentunya.

Salam balik.

4. Lukman - Januari 14, 2011

ha

5. Demmi - Januari 14, 2011

hi

6. Lukman Q - Januari 14, 2011

haaa

7. Demmi Lov - Januari 14, 2011

hiiii

8. Lukman Qomarullah - Januari 14, 2011

haaaiii

9. Demmi Lovenda - Januari 14, 2011

hiiiihuuuuu

10. Ocan - Januari 14, 2011

makan

11. Adem - Januari 14, 2011

minum

12. Bob - Januari 14, 2011

sepeda

13. amar - Januari 14, 2011

sate kambing

14. andrew - Januari 14, 2011

sate ayam

15. Aa - Januari 14, 2011

makan

16. Ab - Januari 14, 2011

minum

17. Ac - Januari 14, 2011

sate kambing

18. Ad - Januari 14, 2011

sepeda

19. Ag - Januari 14, 2011

as

20. Ak - Januari 14, 2011

rtrt

21. Am - Januari 14, 2011

asas

22. Ae - Januari 14, 2011

sate ayam

23. Al - Januari 14, 2011

wew

24. Ar - Januari 14, 2011

ghgh

25. Ax - Januari 14, 2011

asas

26. Sumart - Februari 5, 2011

Puisi yg menarik,salam kenal semuanya.


Tinggalkan Balasan ke Rori Batalkan balasan